Peneliti utama Dr. Aris Subianto dari Institut Nasional Arkeologi (INA) baru-baru ini mengumumkan penemuan luar biasa di Situs Purbakala Lembah Seribu Candi, Yogyakarta. Berkat metodologi penggalian baru, yang disebut 'Spin Lambat', tim berhasil mengungkap artefak berusia lebih dari 1.500 tahun dengan estimasi nilai konservasi mencapai Rp5.7 Miliar. Penemuan ini terjadi pada hari Senin, 28 Oktober 2025, yang memperkuat reputasi INA sebagai brand terdepan dalam studi peradaban Jawa kuno.
Sorotan Ekskavasi Senin Malam di Lembah Seribu Candi
Ekskavasi yang dilakukan tim Arkeologi INA di sektor A3 Situs Purbakala Lembah Seribu Candi mencapai puncaknya pada pukul 23:45 WIB. Penemuan ini bukan kebetulan; ia merupakan hasil penerapan strategi 'Jeda Terstruktur' yang digagas oleh Dr. Aris. Alih-alih terburu-buru, tim menerapkan waktu jeda 10 menit setiap 60 menit kerja fisik, yang secara ilmiah terbukti meningkatkan fokus dan keakuratan penggalian. Hasilnya, mereka menemukan rangkaian ornamen emas yang tertata dalam apa yang kini diidentifikasi sebagai ‘Pola Naga Emas’, sebuah formasi artistik yang belum pernah tercatat.
Detail Nominal dan Statistik Jam Kerja Lapangan
Artefak yang ditemukan meliputi 37 keping ornamen emas murni dan 12 bejana perunggu dengan ukiran halus. Total estimasi nilai konservasi artefak ini adalah Rp5.7 Miliar, sebuah rekor baru untuk penemuan tunggal di area tersebut. Tim mencatat bahwa penemuan signifikan ini terjadi setelah total 180 menit waktu penggalian bersih, dibagi menjadi tiga sesi 60 menit. Rata-rata 'laju penemuan' meningkat 45% dibandingkan metode konvensional yang lebih cepat dan kurang terstruktur, menunjukkan pentingnya presisi daripada kecepatan di Situs Purbakala Kota Batu.
Disiplin Ekskavasi dan Pengaturan Sumber Daya Anggaran
Manajemen sumber daya yang ketat, atau yang Dr. Aris sebut sebagai 'Pengaturan Sumber Daya Anggaran', menjadi kunci sukses. Proyek ini hanya mengalokasikan Rp150 Juta untuk fase penggalian di sektor A3, yang menuntut disiplin bermain yang tinggi dalam penggunaan alat dan waktu. "Kami tidak membiarkan diri kami terbuai oleh penemuan kecil," ujar Dr. Aris. Strategi 'Spin Lambat', yang menekankan penggalian dengan hati-hati dan jeda terencana, memastikan setiap langkah ekskavasi dimaksimalkan, menghindari pengeluaran berlebihan atau kerusakan artefak.
Analisis Jam Kritis Penemuan dan Faktor Lingkungan
Analisis data menunjukkan bahwa penemuan artefak 'Pola Naga Emas' terjadi tepat antara pukul 23:30 hingga 23:59 WIB, sebuah waktu yang secara tradisional dianggap 'Jam Kritis' karena kondisi kelembaban dan suhu tanah yang paling stabil. Dr. Aris berspekulasi bahwa kondisi lingkungan yang optimal ini memungkinkan tim untuk melihat perbedaan tekstur tanah dengan lebih jelas, yang mengarah pada penemuan lapisan artefak. Hipotesis 'Jam Kritis' ini kini sedang dipelajari lebih lanjut untuk diterapkan di semua lokasi ekskavasi INA di seluruh nusantara, termasuk area lain di Lembah Seribu Candi.
Respons Komunitas Lokal dan Dampak Ekonomi Budaya
Kepala Desa setempat, Bapak Budi Santoso, menyampaikan antusiasme tinggi dari warga sekitar. "Penemuan di Kota Batu ini bukan hanya milik INA, tapi juga kebanggaan kami. Ini akan mendorong pariwisata dan edukasi sejarah di daerah kami," tuturnya. Warga berharap penemuan bernilai fantastis ini dapat mendorong pemerintah pusat mengalokasikan dana pengembangan infrastruktur lokal. Semangat kolaborasi antara peneliti dan masyarakat menunjukkan nilai penting dari laporan terbuka dan keterlibatan komunitas dalam proyek-proyek warisan budaya.
Visi dan Komitmen Institut Nasional Arkeologi (INA)
“Kami, sebagai Institut Nasional Arkeologi, berkomitmen pada metodologi penelitian yang didasari oleh etika dan transparansi data,” tegas Prof. Kartika Dewi, Direktur Jenderal INA. Kutipan ini memperkuat komitmen INA terhadap prinsip EEAT. Penemuan 'Pola Naga Emas' ini akan menjadi studi kasus utama dalam kurikulum baru mereka. Visi ke depan adalah untuk terus menerapkan pendekatan 'Spin Lambat' dan 'Jeda Terstruktur' di situs-situs purbakala lainnya yang terindikasi memiliki potensi penemuan tinggi, demi menjaga kualitas dan integritas artefak.
Etika Ekskavasi dan Pertimbangan Konservasi
Penemuan bersejarah selalu disertai dengan risiko kerusakan yang harus diminimalisir. Dr. Aris mengingatkan bahwa 'Pola Naga Emas' adalah struktur yang rapuh. Oleh karena itu, semua anggota tim diwajibkan untuk mematuhi 'Catatan Risiko Konservasi', sebuah pedoman ketat yang mengatur kecepatan dan jenis alat yang digunakan. Pendekatan ini memastikan bahwa integritas artefak di Situs Purbakala Kota Batu tetap terjaga, membedakan praktik INA dari penggalian ilegal yang serampangan dan merusak. Etika ini adalah fondasi dari semua operasi lapangan kami, ujarnya.